Di atas kursi roda, Gerardus Mayela Sudarta mengawali sambutannya, ”Penghargaan ini bukanlah puncak pencapaian tapi lecutan untuk menjadi lebih baik.”
Meski pendek, kalimat itu terasa pas mewakili tiga koleganya: Goenawan Pranyoto, Dwi Koendoro, dan Pramono R Pramoedjo yang mendapat anugerah gelar Empu dan Panglima Kartun Nusantara.
Keempatnya adalah orang-orang luar biasa yang mengabdikan hidupnya pada dunia kartun dengan semangat berkarya dan kreativitas tanpa batas. Usia dan penyakit boleh menggerogoti fisik mereka, tapi tidak mampu mencegah goresan pena untuk menghasilkan kartun-kartun bernas penuh kritikan tajam dan mengena.
Sebelum menerima penghargaan, para penerima gelar didaulat untuk mengartun secara spontan. Keempatnya menggambar sesuai karakternya masing-masing. GM Sudarta mengkritik dengan Oom Pasikom-nya, Dwi Koen lekat dengan Panji Koming, Pramono dengan Si Keong yang nyinyir, dan Goen setia dengan Wayang Mbeling yang melegenda.
Penghargaan yang diberikan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) itu sekaligus membuka acara Semarang Art Festival (Sm@rtfest), semalam.
CEO Suara Merdeka Kukrit Suryo Wicaksono dan Wali Kota Semarang Soemarmo HS mendapat kehormatan untuk menyerahkan gelar itu kepada keempatnya.
Khusus untuk acara kemarin, Kukrit bahkan menyumbangkan aset Suara Merdeka yang bersejarah. Sebuah gedung tua di Jalan Merak 11 A, Kota Lama, yang menjadi kantor pertama harian ini.
“Bukan hanya untuk acara ini, gedung ini kami sumbangkan untuk bisa digunakan pelaku seni Semarang mengembangkan kreativitasnya. Semoga dari sini, muncul legenda-legenda kartunis generasi baru,” tuturnya.
Soemarmo tak kalah bangga. Menurutnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya. Pemberian gelar Empu dan Kartun Nusantara, kata dia, bagian dari penghormatan pada pahlawan itu.
“Kartun telah berperan besar dalam pembangunan bangsa ini. Tak hanya sebagai media promosi, kartun juga penyampai kritik yang mengena. Kami belajar banyak dari kartun-kartun Anda semua,” katanya. Keempat kartunis itu juga mendapat bingkisan dari Faber-Castel.
Bahkan jika boleh bicara satu per satu, ratusan hadirin yang memadati gedung tua persis di depan Polder Tawang itu tentunya juga akan memberikan penghargaan serupa. Termasuk di antaranya para tokoh seperti anggota Komisi IX DPR RI Imam Suroso, Wakil Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Dandim 0733/BS Nugroho Sulistyo Budi, budayawan Prie GS, dan sastrawan Triyanto Triwikromo.
Penyerahan penghargaan tersebut, menurut Ketua Panitia Gunawan Permadi, sekaligus pembukaan pameran kartun, komik, dan grafis di tempat yang sama. Acara akan dilanjutkan Minggu (24/10) ini dengan workshop animasi dilanjutkan praktik pembuatan kartun animasi. Puncak acara pada 13 Desember yang sekaligus berupa Grand Opening-Semarang Great Sale (Semargress) 2010 dan Pameran Kartun 1.000 Wajah Tokoh Jateng. (Anton Sudibyo-41 )
Meski pendek, kalimat itu terasa pas mewakili tiga koleganya: Goenawan Pranyoto, Dwi Koendoro, dan Pramono R Pramoedjo yang mendapat anugerah gelar Empu dan Panglima Kartun Nusantara.
Keempatnya adalah orang-orang luar biasa yang mengabdikan hidupnya pada dunia kartun dengan semangat berkarya dan kreativitas tanpa batas. Usia dan penyakit boleh menggerogoti fisik mereka, tapi tidak mampu mencegah goresan pena untuk menghasilkan kartun-kartun bernas penuh kritikan tajam dan mengena.
Sebelum menerima penghargaan, para penerima gelar didaulat untuk mengartun secara spontan. Keempatnya menggambar sesuai karakternya masing-masing. GM Sudarta mengkritik dengan Oom Pasikom-nya, Dwi Koen lekat dengan Panji Koming, Pramono dengan Si Keong yang nyinyir, dan Goen setia dengan Wayang Mbeling yang melegenda.
Penghargaan yang diberikan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) itu sekaligus membuka acara Semarang Art Festival (Sm@rtfest), semalam.
CEO Suara Merdeka Kukrit Suryo Wicaksono dan Wali Kota Semarang Soemarmo HS mendapat kehormatan untuk menyerahkan gelar itu kepada keempatnya.
Khusus untuk acara kemarin, Kukrit bahkan menyumbangkan aset Suara Merdeka yang bersejarah. Sebuah gedung tua di Jalan Merak 11 A, Kota Lama, yang menjadi kantor pertama harian ini.
“Bukan hanya untuk acara ini, gedung ini kami sumbangkan untuk bisa digunakan pelaku seni Semarang mengembangkan kreativitasnya. Semoga dari sini, muncul legenda-legenda kartunis generasi baru,” tuturnya.
Soemarmo tak kalah bangga. Menurutnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya. Pemberian gelar Empu dan Kartun Nusantara, kata dia, bagian dari penghormatan pada pahlawan itu.
“Kartun telah berperan besar dalam pembangunan bangsa ini. Tak hanya sebagai media promosi, kartun juga penyampai kritik yang mengena. Kami belajar banyak dari kartun-kartun Anda semua,” katanya. Keempat kartunis itu juga mendapat bingkisan dari Faber-Castel.
Bahkan jika boleh bicara satu per satu, ratusan hadirin yang memadati gedung tua persis di depan Polder Tawang itu tentunya juga akan memberikan penghargaan serupa. Termasuk di antaranya para tokoh seperti anggota Komisi IX DPR RI Imam Suroso, Wakil Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Dandim 0733/BS Nugroho Sulistyo Budi, budayawan Prie GS, dan sastrawan Triyanto Triwikromo.
Penyerahan penghargaan tersebut, menurut Ketua Panitia Gunawan Permadi, sekaligus pembukaan pameran kartun, komik, dan grafis di tempat yang sama. Acara akan dilanjutkan Minggu (24/10) ini dengan workshop animasi dilanjutkan praktik pembuatan kartun animasi. Puncak acara pada 13 Desember yang sekaligus berupa Grand Opening-Semarang Great Sale (Semargress) 2010 dan Pameran Kartun 1.000 Wajah Tokoh Jateng. (Anton Sudibyo-41 )